Mengapa Haid Tidak Teratur? Penyebab dan Solusinya
siklusnya semula 35-40 hari tetapi bulan berikutnya bisa tidak haid selama 3 bulan. Di sisi lain, ada pula yang dalam sebulan bisa mengalami haid lebih dari sekali. Contoh, bulan ini haid terjadi tanggal 10, kemudian datang lagi pada tanggal 25 di bulan yang sama. Haid yang berlangsung kurang dari 21 hari dikategorikan siklus pendek.
Baik
siklus pendek maupun panjang, sama-sama menunjukkan ketidakberesan pada
sistem metabolisme dan hormonal. Dampaknya pun sama, yaitu jadi lebih
sulit hamil. Pada siklus pendek, ibu mengalami “unovulasi”
karena sel telur tidak terlalu matang sehingga sulit untuk dibuahi.
Pada siklus panjang, hal ini menandakan sel telur jarang sekali
diproduksi atau ibu mengalami ketidaksuburan yang cukup panjang. Jika
sel telur jarang diproduksi berarti pembuahan akan sangat jarang
terjadi. Padahal, haid merupakan tanda kalau ibu sedang subur.
Ketidakteraturan haid ini pun membuat ibu sulit mencari kapan masa subur dan tidak. Seharusnya, jika haid teratur,
masa subur dapat ditemukan dengan mudah. Contoh, jika siklusnya 30
hari, maka masa subur diperkirakan 16 hari setelah hari pertama haid. Berbeda dengan siklus panjang dan pendek, sulit sekali menghitung masa subur karena tak ada rumus yang dapat digunakan.
Namun
begitu, ibu tak perlu berkecil hati. Sebab, dengan kecanggihan
pengobatan modern, hal ini bisa diatasi. Nanti dokter akan membantu ibu
mencari apa penyebabnya, untuk kemudian diberikan solusinya yang tepat.
Tentu diperlukan kerja sama yang lebih intens antara ibu dan pasangan
dengan dokter. Mudah-mudahan dengan terapi yang dilakukan bisa membuat
ibu segera hamil.
RAGAM Penyebab & Solusinya
Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau sebaliknya, pendek. Namun, penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak normal, tak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid, melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai. Penanganan dilakukan oleh dokter berdasarkan penyebabnya.
* Fungsi Hormon Terganggu
Haid terkait
erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di kelenjar
hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk
memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis siklus haid pun akan terganggu.
Penanganan:
Jika
terdapat kekurangan hormon, maka dapat ditambahkan hormon yang kurang
tersebut (misal, kekurangan hormon estrogen, maka dapat ditambahkan
hormon estrogen). Jika terdapat hormon yang berlebih, maka dilakukan
pemberian obat tertentu sehingga kadar hormon kembali normal (misal,
kadar hormon prolaktin yang berlebih dapat dikurangi dengan pemberian
obat tertentu). Jika terdapat hormon yang tidak seimbang, maka
ditambahkan hormon lain agar lebih seimbang.
* Kelainan Sistemik
Ada ibu yang tubuhnya sangat gemuk atau kurus. Hal ini bisa memengaruhi siklus haidnya
karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik.
Atau ibu menderita penyakit diabetes, juga akan memengaruhi sistem
metabolisme ibu sehingga siklus haidnya pun tak teratur.
Penanganan:
Untuk
mengatasi problem gemuk atau kurus sehingga sistem metabolismenya
membaik adalah dengan mengatur pola makan yang tepat. Ibu bisa melakukan
diet dengan panduan dari seorang ahli supaya asupan yang masuk sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Sedangkan untuk penderita diabetes kadar gula
dalam darah atau kadar insulin dalam darah tinggi sehingga dapat
menyebabkan gangguan siklus haid, pemberian obat antidiabetik atau obat insulin “sensitizer” dapat memperbaiki siklus haid kembali normal dan bahkan memperbaiki kesempatan untuk hamil.
* Stres
Stres
jangan dianggap enteng sebab akan mengganggu sistem metabolisme di
dalam tubuh. Bisa saja karena stres, si ibu jadi mudah lelah, berat
badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolismenya
terganggu. Bila metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu.
Penanganan:
Stres yang dapat menyebabkan perubahan siklus menstruasi adalah
stres psikis yang berat seperti kesedihan yang sangat hebat (orangtua
atau pasangan hidup atau anak meninggal dunia), atau kehidupan yang
sangat menekan seperti kehidupan di dalam penjara wanita. Stres psikis
yang hebat dapat meningkatkan hormon CRH atau kortisol, yang dapat
mengganggu produksi hormon reproduksi. Untuk mengatasinya adalah dengan
mengatasi stres itu sendiri lewat terapi yang dilakukan oleh ahlinya.
Jika stres bisa diatasi, siklus haid bisa normal.
* Kelenjar Gondok
Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bisa menjadi penyebab tak teraturnya siklus haid.
Gangguan bisa berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu tinggi
(hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipotiroid). Pasalnya, sistem
hormonal tubuh ikut terganggu.
Penanganan:
Jika
hormon tiroid terlalu tinggi maka perlu ditambahkan obat agar produksi
kelenjar gondok menurun, dan sebaliknya jika hormon tiroid terlalu
rendah maka perlu ditambahkan obat agar hormon tiroid kembali normal.
Intinya produksi kelenjar harus sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh.
* Hormon Prolaktin Berlebihan
Pada ibu menyusui, produksi hormon prolaktinnya cukup tinggi. Hormon prolaktin ini sering kali membuat ibu tak kunjung haid
karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan ibu. Pada kasus ini
tak masalah, justru sangat baik untuk memberikan kesempatan pada ibu
guna memelihara organ reproduksinya. Sebaliknya, jika tidak sedang
menyusui, hormon prolaktin juga bisa tinggi, biasanya disebabkan
kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di dalam kepala.
Penanganan:
Produksi hormon prolaktin yang berlebihan dapat disebabkan oleh stres psikis
yang hebat atau karena terdapat tumor pada kelenjar hipofisis yang
menghasilkan hormon prolaktin lebih banyak. Untuk menekan produksi
hormon prolaktin yang berlebih dapat diberikan obat saja, atau jika
diperlukan dapat dilakukan operasi pembedahan untuk mengangkat tumor di
kelenjar hipofisis tersebut.
FOKUS Pada KEINGINAN HAMIL
Banyak ibu yang gusar, gangguan siklus haid
menghambatnya untuk memiliki anak. Bukan saja ibu yang belum memiliki
anak, ibu yang sudah memiliki anak pun dapat mengalaminya. Pada kasus
ini penanganan siklus haid yang
tidak normal selalu memerhatikan apakah penderita masih berharap untuk
hamil atau tidak. Jika masih ingin hamil, maka penanganannya harus
difokuskan kepada upaya untuk membantu penderita menjadi hamil. Jika
penderita tidak ingin hamil lagi, maka penanganannya cukup dengan
mengatur siklus haidnya saja.
Narasumber: Dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG., dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta