Siapa yang dapat
memungkiri bahwa islam memanglah rahmat bagi semesta alam. Islam adalah
juga satu- satunya agama yang menentramkan lahir dan batin manusia.
Barang siapa yang mengikutinya, maka kemuliaan akan melingkupinya.
Barang siapa menyelaminya, maka kedamaian yang akan selalu menyertainya.
Islam, menyematkan
kemuliaan dalam diri seorang wanita. Sang pesona dunia ini, diajarkan
Oleh Allah Subhanahu Wata’ala untuk tetap menjadi indah dan yang
terindahkan. Namun sayang, banyak manusia yang lemah iman dan lemah ilmu
yang justru tidak bisa menikmati dan menyadari keindahan itu dalam hati
mereka. Dan begitulah, Allah telah menutup hati, dan indrawi mereka,
dalam begitu kencangnya fitnah yang tujuan akhirnya sangat jelas, yaitu
melucuti keindahan wanita itu sendiri, dengan cara merendahkan mereka
layaknya hewan, atau bahkan lebih rendah dari itu. Naudzubillah...
Di dalam islam,
wanita di perintahkan oleh Allah untuk menutup Aurat para wanita.
Sungguh sesuatu yg mahal harganya akan dijaga bahkan disimpan dan di
rawat dengan sangat hati- hati dan di hadiahkan pula tempat teraman dan
terbaik. Apakah pernah kita melihat seseorang membuang intan begitu
saja di jalanan?.
Jilbab adalah
identitas kemuliaan seorang muslimah, dan sekaligus benteng mereka dari
berbagai gangguan orang- orang jahat yang mempunyai niat jahat kepada
mereka. Maka maha benarlah Allah dalam firmannya, Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)
Dan di dalam Islam,
seorang wanita jika dihadapkan kepada suaminya, memanglah ketaatan yang
harus dilakukannya. Namun, seorang laki- laki wajib pula taat kepada
ibunya 3 kali lebih utama dari sang ayah?. Maka perhatikan baik- baik
wasiat rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam, berikut ini...
"Dari Abu Hurairah
radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada
siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya,
‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari Muslim)
Diantara banyak
fitnah yang di hembuskan oleh para musuh- musuh islam, adalah hal yang
menyangkut poligami. Mereka mengatas namakan penderitaan wanita yang di
dramatisir sedemikian rupa, agar terlihat lebih simpatik. Bahkan
sebenarnya betapa kasihan mereka tentang hal ini. Tingkah polah mereka
semakin membuktikan kekurangan akal pada diri mereka. Apakah sudah
sampai pada mereka bahwa bila seorang lelaki khawatir tidak dapat
berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya
menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana
pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam,
seperti Allah firmankan di dalam Al Quran, “Namun bila kalian khawatir tidak dapat berbuat adil maka nikahilah satu wanita saja.” (QS. An Nisa: 3)
Begitu di
muliakannya wanita dalam islam, bahkan para suami, yaitu manusia yang
paling berhak atas istri- istri mereka, tetap diperintahkan oleh Allah
untuk tidak boleh berbuat sewenang- wenang kepada istri mereka.
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Hal tersebut tetap berlaku walaupun sang suami dalam keadaan tidak menyukai istrinya. Seperti firman Allah berikut ini “Kemudian
bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin
kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.” (An-Nisa`: 19)
Dan Memanglah,
kasih sayang islam begitu sangat melingkupi kaum yang memang diciptakan
Allah lebih lemah dari pada laki- laki ini. Maka dari itu, ketika wanita
menerima warisan, memanglah wanita mendapat jatah kurang dari laki-
laki. Bukan karena tidak adanya keadilan Allah disana, tapi sungguh
harta yang jumlahnya kurang dari para laki- laki itu hanya menjadi milik
pribadinya dan para wanita tidak perlu menyerahkannya suaminya.
Sedangkan saat para lelaki atau suami menerima warisan, maka sudah
menjadi kewajiban laki- laki itu untuk menggunakan hartanya demi
kebutuhan seluruh keluarga, anak- anak dan istrinya.
Dalam lemahnya
fisik dan kurangnya Akal karena lebih di dominasi perasaanya, wanita
memang haruslah tetap melalui sebuah fase perjuangan terbesar yang
membuatnya harus bersusah payah. Ya, selama mereka mengandung dan
melahirkan anak, adalah perjuangan yang begitu sangat menguras waktu
emosi, pikiran, tenaga dll. Tetapi Kasih sayang Allah memang tiada
batas. Ketika para wanita hamil, setiap saat mereka akan didoakan oleh
segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk Allah di mukabumi ini, dan
ketika kematian ternyata datang atas mereka saat melahirkan, maka syahid
akan Insyaallah akan di raihnya.
Dari Jâbir ibn
‘Atîk, Rasulullah saw. bersabda: "Mati syahîd ada tujuh, selain mati
terbunuh dalam perang fîsabilillah, yaitu: (1) mati karena penyakit
thâ‘ûn (semacam penyakit kelenjar), (2) mati karena tenggelam ,(3) mati
karena penyakit lambung ,(4) mati karena sakit perut, (5) mati karena
terbakar, (6) mati karena tertimpa reruntuhan, dan (7) perempuan yang
mati karena hamil/melahirkan."
Pahala mati syahîd
layak diberikan kepada ibu hamil/melahirkan dan meninggal, karena proses
melahirkan adalah proses mengadu nyawa dan sama dengan perang membela
agama Allah. Selain itu, kaum wanita berperan besar dalam
pengembangbiakan keturunan. Dengan bersedianya seorang wanita untuk
hamil, berarti ia telah mengemban amanat dan mewujudkan proses
penyempurnaan sifat kefeminimannya.
Tidak itu saja,
keistimewaan seorang wanita adalah ketika mereka diperbolehkan untuk
memasuki pintu Syurga melalui mana pintu manapun yang disukainya. Dan
untuk semua itu, para wanita cukuplah melalui 4 syarat saja : Sholat 5
waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat suaminya dan menjaga kehormatannya.
"Apabila seorang
isteri telah mendirikan sholat lima waktu dan berpuasa bulan Ramadhan
dan memelihara kehormatannya dan mentaati suaminya, maka diucapkan
kepadanya: Masuklah Surga dari pintu surga mana saja yang kamu
kehendaki."
(Riwayat Ahmad dan Thabrani)
Maka sudah
selayaknya, para pemilik mulut lancang yang tanpa ilmu mendengungkan
topeng “kemerdekaan” bagi kaum wanita itu, menginsyafkan perbuatan
mereka karena telah habis- habisan menyalakan propaganda untuk
membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, sehingga wanita
banyak yang terjerumus sebagai korban dari rencana mereka, dan kemudian
membenci aturan islam. Mereka yang tiada segan menfitnah agama mulia
ini dengan dalih memerdekakan muslimah dari belenggu. Entah belenggu
semacam apa yang mereka maksud, namun satu yang pasti bahwa kedengkian
mereka atas islam, adalah sudah menjadi sebuah kepastian.
Sungguh, bahkan
cara Islam memuliakan wanita itu lebih dari sekedar benar- benar tampak
bagi logika waras manusia. Lalu satu pertanyaan pun akhirnya muncul bagi
kita para wanita, “maka nikmat Rabb kamu manakah yang kamu dustakan?”
(QS Ar-Rahman: 13).
Islam Menjunjung Martabat Wanita
Dienul
Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk
kezhaliman-kezhaliman yang menimpa kaum wanita dan mengangkat derajatnya
sebagai martabat manusiawi. Timbangan kemulian dan ketinggian martabat
di sisi Allah subhanahu wata’ala adalah takwa, sebagaiman yang
terkandung dalam Q.S Al Hujurat: 33). Lebih dari itu Allah subhanahu
wata’ala menegaskan dalam firman-Nya yang lain (artinya):
“Barangsiapa
yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)
Ambisi Musuh-Musuh Islam untuk Merampas Kehormatan Wanita
Dalih
emansipasi atau kesamarataan posisi dan tanggung jawab antara pria dan
wanita telah semarak di panggung modernisasi dewasa ini. Sebagai peluang
dan jembatan emas buat musuh-musuh Islam dari kaum feminis dan aktivis
perempuan anti Islam untuk menyebarkan opini-opini sesat. “Pemberdayaan
perempuan”, “kesetaraan gender”, “kungkungan budaya patriarkhi” adalah
sebagai propaganda yang tiada henti dijejalkan di benak-benak wanita
Islam. Dikesankan wanita-wanita muslimah yang menjaga kehormatannya dan
kesuciannya dengan tinggal di rumah adalah wanita-wanita pengangguran
dan terbelakang. Menutup aurat dengan jilbab atau kerudung atau
menegakkan hijab (pembatas) kepada yang bukan mahramnya, direklamekan
sebagai tindakan jumud (kaku) dan penghambat kemajuan budaya. Sehingga
teropinikan wanita muslimah itu tak lebih dari sekedar calon ibu rumah
tangga yang tahunya hanya dapur, sumur, dan kasur. Oleh karena itu agar
wanita bisa maju, harus direposisi ke ruang rubrik yang seluas-luasnya
untuk bebas berkarya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan cara apapun
seperti halnya kaum lelaki di masa moderen dewasa ini.
Ketahuilah
wahai muslimah! Suara-suara sumbang yang penuh kamuflase dari
musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala itu merupakan kepanjangan lidah
dari syaithan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Hai
anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaithan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari jannah, ia
menanggalkan dari kedua pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
auratnya.” (Al A’raf: 27)
Source: VoaIslam.com dan qois.blogspot.com