Masih kita membaca risalah yang pertama, pemulihan Islam kepada wanita. Dan masih kita didalam bab pemuliaan wanita didalam agama Islam. Pada pertemuan sebelumnya kita sudah membaca beberapa ayat yang disebutkan oleh penulis. Bahwa Islam menjaga kemuliaan wanita Muslimah:
Pertama, Menjaga pandangan
Dengan menjaga pandangan maka akan terjaga kemuliaan, akan terjaga kesucian. Dan ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala didalam surat An-Nur ayat 30 dan 31:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur[24]: 31)
Kedua, Tidak Membiarkan Wanita Untuk Melemah Lembutkan Perkataan
Kiat Islam yang kedua yaitu tidak membiarkan wanita Muslimah untuk melemah-lembutkan perkataan. Maka nanti laki-laki hidung belang, laki-laki yang di dalam hatinya terdapat penyakit syahwat akan tamak terhadap wanita tersebut. Ini disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 32.
Dan kita bahas ayat ini. Kita baca dulu tafsiran dari ayat ini di dalam kitab Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ﴿٣٢﴾
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS. Al-Ahzab[33]: 32)
Lihat perkataan Imam Ibnu Katsir Rahimahullah. Ini adalah adab-adab. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mengerjakan adab-adab tersebut kepada istri-istri Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan perempuan-perempuan umat Islam ikut terhadap istri-istri Nabi di dalam adab-adab ini. Maksudnya redaksi adab-adab ini juga berlaku bagi para perempuan-perempuan Muslimah selain istri-istri Nabi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara kepada istri-istri Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya jika mereka bertakwa kepada Allah sebagaimana diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mereka adalah wanita yang tidak menyerupainya.
Tida ada yang menyamai istri-istri Nabi tersebut jika bertakwa didalam keutamaan dan kedudukan. Maka janganlah tunduk dalam berbicara.
Yang dimaksud tunduk didalam berbicara adalah melemah-lembutkan pembicaraan jika berbicara dengan para lelaki. Maka berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, yaitu penyakit syahwat. Dan ucapkanlah perkataan yang baik, indah dan ma’ruf didalam kebaikan.
Kata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah Ta’ala bahwa maksudnya adalah seorang perempuan ketika berbicara dengan laki-laki asing yang bukan mahramnya dengan sebuah pembicaraan, maka pembicaraannya jangan sampai didalamnya ada tarkhim. Tarkhim adalah pembicaraan yang mana seorang wanita berbicara dengan suaminya penuh dengan kelembutan, penuh dengan kemanjaan, penuh dengan kasih sayang. Maka ini tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan berbicara dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Ini adalah salah satu kiat Islam menjaga agar jangan sampai terjadi di tengah kaum Muslimah hilangnya kesucian, jatuhnya kehormatan, disebabkan karena terlalu melemah-lembutkan perkataan.
Kalau kita perhatikan lagi didalam agama Islam, seorang wanita ketika ingin membenarkan imam lelaki didalam shalat, maka wanita tidak bersuara sebagaimana lelaki bersuara ketika membenarkan imam. Akan tetapi wanita hanya cukup dengan menemukan tangan, tidak bersuara. Ini juga agar tidak terjadi godaan didalam shalat.
Kemudian juga didalam haji, wanita tidak mengangkat suaranya ketika mengucapkan talbiyah. Yang diperintahkan untuk mengangkat suara oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada para Sahabatnya untuk mengangkat suara saat bertalbiyah adalah hanya para lelaki.
Begitu juga tidak disyariatkan bagi perempuan untuk mengumandangkan adzan shalat di masjid. Begitu juga tidak disyariatkan bagi para perempuan untuk menjadi imam bagi para lelaki.
Maka benar-benar Islam sudah menutup jalan atau sarana agar jangan sampai terjadi perempuan melemah-lembutkan suaranya dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya.
Apabila kemaluan bisa berzina, maka ketahuilah bahwasanya pendengaran pun bisa berzina. Dan lisan pun bisa berzina. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُـمَـا الْاِسْتِمَـاعُ ، وَالـِلّسَانُ زِنَاهُ الْـكَلَامُ ،
“Zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua telinga berzinanya adalah dengan mendengarkan perkataan yang tidak pantas untuk didengarkan. Diantaranya tarhim. Yaitu ucapan lemah lembut seorang wanita kepada laki-laki yang bukan mahramnya.
Dan lisan, zinanya adalah berbicara. Yaitu berbicaranya seorang perempuan dengan perkataan-perkataan yang lemah-lembut, yang tidak pantas dikatakan kecuali kepada para suami.
Perlu diingat di sini, ketika kita katakan wanita tidak boleh melakukan perkataan yang tarkhim, seperti perkataan seorang istri kepada suaminya, maka bukan berarti perempuan tidak berbicara sama sekali dengan para lelaki. Tapi kalau pun berbicara, ucapkanlah kepadanya ucapan yang baik kalau seandainya si perempuan diperlukan untuk berbicara dengan para lelaki.
Ayat yang ke-33, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ…
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab[33]: 33)
Tafsir ayat ini, kata Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala bahwa diamlah para wanita di rumah-rumah kalian. Maka janganlah kalian keluar kecuali tanpa ada sebab keperluan. Yang tidak diperbolehkan adalah seorang perempuan keluar tanpa ada sebab keperluan.
Dan termasuk daripada hajat-hajat yang sesuai dengan syariat, keperluan-keperluan yang sesuai dengan syariat yang dengannya seorang perempuan diperbolehkan untuk keluar rumah yaitu shalat di dalam masjid dengan syaratnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلَاتٌ
“Janganlah kalian menghalangi kaum wanita itu pergi ke masjid masjid Allah, akan tetapi hendaklah mereka itu pergi tanpa memakai wangi-wangian.” (HR. Abu Dawud)
Termasuk adab dalam Islam yang dengannya kesucian perempuan terjaga adalah seorang perempuan dianjurkan dengan sangat untuk senantiasa selalu didalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk hajat atau keperluan yang sesuai dengan syariat.
Kemudian, kalau kita perhatikan lagi didalam penjelasan Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala, dia membawakan riwayat dari Al-Hafidz Al-Bazzar Rahimahullah dengan sanadnya sampai kepada Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:
جِئْنَ النِّسَاءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقُلْنَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِالْفَضْلِ ، وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَمَا لَنَا عَمَلٌ نَعْمَلُهُ نُدْرِك بِهِ عَمَلَ الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : ” مَنْ قَعَدَتْ مِنْكُنَّ فِي بَيْتهَا فَإِنَّهَا تُدْرِك عَمَل الْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيل اللَّه تَعَالَى
“Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, para lelaki membawa pahala yang begitu banyak dengan berjihad dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu amalan apakah yang kami bisa mendapatkan pahala orang-orang yang berjihad dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala?’ Maka Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang duduk dirumahnya, sesungguhnya dia mendapati pahala orang yang berjihad dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.'”
Ini menunjukkan bahwa barangsiapa perempuan yang duduk di rumahnya, maka niscaya dia akan mendapatkan lebih baik daripada berjihad dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita ambil penjelasan yang lain tentang hal ini bahwa seorang perempuan tidak diperbolehkan dia untuk banyak keluar rumah kecuali ada sebab syar’i.
Apabila seorang perempuan keluar rumah, maka pada saat itu yang terjadi adalah banyaknya mata-mata yang melihat kepada perempuan tersebut. Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu:
إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا
“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan akan memperindahnya. Dan keadaan yang paling dekat seorang wanita Muslimah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika ia didalam kamar rumahnya.” (HR. Tirmidzi)
Ini menunjukkan seorang wanita Muslimah dijaga oleh Islam kesuciannya, kemuliaannya, kehormatannya, kemaluannya, dengan cara Islam senantiasa tidak membenarkan seorang wanita Muslimah sering keluar rumah, kelayapan, berjalan dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Itu kiat Islam untuk menjaga kesucian wanita Muslimah.