Tampilkan postingan dengan label Berita Muslimah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita Muslimah. Tampilkan semua postingan
Tujuan dan Manfaat Memakai Cadar Bagi Kaum Hawa Ditengah-Tengah Virus Corona Melanda

Tujuan dan Manfaat Memakai Cadar Bagi Kaum Hawa Ditengah-Tengah Virus Corona Melanda

Tujuan dan Manfaat Memakai Cadar Bagi Kaum Hawa Ditengah-Tengah Virus Corona Melanda


Menggunakan cadar sebenarnya sangat dianjurkan, namun sayang terkadang ketika kita berada di jalan atau di pasar, kita melihat atau mendengar orang-orang yang mengolok-olok wanita yang memakai burqa atau cadar. Biasanya para pengolok-olok itu akan menyebutnya: ninja, teroris, ekstrimis, hantu, kuno, dan lain sebagainya. Padahal menggunakan cadar sangat banyak manfaatnya.

Bercadar bagi wanita muslim adalah hak asasi manusia, jadi tidak salah jika ada muslimah ingin memakai cadar, apalagi tujuannya agar dia tidak terlihat bagi lelaki yang bukan mahromnya. Apalagi menggunakan cadar bukanlah dosa / maksiat, jadi tidak ada alasan yang membolehkan orang untuk mencela atau mengejek wanita yang menggunakan cadar.

Bercadar sebenarnya adalah perbuatan terpuji dan banyak manfaatnya. Tradisi ini juga sudah ada sejak zaman Rasulullah. Sebagian ulama berpendapat bercadar itu sunnah jika seorang wanita hendak menyembunyikan wajahnya agar terhindar dari fitnah / maksiat.

Apa saja yang menjadi manfaat cadar bagi wanita muslimah? Berikut daftar manfaatnya :

1. Mengurangi kejahatan dan kerusakan moral di masyarakat
2. Udara yang dihirup bisa lebih bersih, karena debu dan polusi dapat tersaring oleh cadar yang juga menutupi hidung.
3. Menutup pintu perzinaan dan perselingkuhan.
4. Agar wanita menjadi mulia, dan para lelaki tidak menilai dari fisiknya saja.
5. Melindungi wanita dari godaan maupun kejahatan lelaki. Karena wajah seorang wanita sangat berpotensi membuat lelaki tergoda, terpesona, dan akhirnya merayu, bahkan berbuat jahat.
6. Membantu para lelaki menjaga pandangan, sehingga para lelaki tidak terfitnah, tidak tergoda maupun terpesona olehnya.
7. Agar wanita tidak terlihat menggoda. Wanita yang wajahnya terbuka sangat menggoda kaum pria, apalagi jika sangat cantik.
8. Membantu para lelaki agar hatinya lebih terjaga, karena tidak akan terbayang wajah dari wanita yang bukan muhrimnya.
9. Agar para suami lebih tenang dan tidak mudah cemburu, sehingga keluarga bisa lebih harmonis. Sebab sang suami tidak akan khawatir ada pria lain yang akang menggoda istrinya, karena wajahnya tertutup cadar.
Intinya penggunaan cadar dimaksudkan untuk melindungi kehormatan wanita, mencegah berbagai kerusakan dalam masyarakat, dan sangat membantu menjaga kesehatan kulit dan paru-paru kaum wanita.

sumber : radarpekalongan.co.id
Manfaat Menggunakan Cadar bagi Wanita Muslimah Disaat Virus Corona Mewabah

Manfaat Menggunakan Cadar bagi Wanita Muslimah Disaat Virus Corona Mewabah

Manfaat Menggunakan Cadar bagi Wanita Muslimah Disaat Virus Corona Mewabah


Cadar adalah sejenis pakaian wanita yang menutup hingga sebagian wajah. Pemakain cadar memang sudah mulai banyak terlihat pada lingkungan kita. Di negara Indonesia saja, sudan banyak para Wanita Bercadar dalam kegiatan sehari-harinya. Ada beberapa yang memakai ke kantor, ke pasar, dll.(Baca : Hukum Wanita Memakai Parfum)

Sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi bagi masyarakat kita jika melihat wanita-wanita yang menggunakan cadar di kesehariannya. Sebelumnya wanita bercadar kita lihat hanya berada di negara bagian arab dan sekitarnya. Namun sekarang tidak hanya di Indonesia saja, bahakan di beberapa negara lainnya juga sudah ada kelompok-kelompok wanita yang bercadar. Wanita yang menggunakan cadar tidak terliat sebagian dari wajahnya, hanya mata saja yang terlihat selebihnya tertutup.(Baca : Hukum Wanita Tidak Berjilbab)

Wajibkah Mengenakan Cadar?
Muncul beberapa pertanyaan dalam masyarakat, khususnya yang beragama islam. Apakah memakai cadar hukumnya wajib? Dalam kita suci Al-quran, Hukum Wanita Bercadar dan Hukum Memakai Jilbab terdapat beberapa ayat mengenai aturan menutup aurat bagi wanita dan mengenai perintah berjilbab. Allah memerintahkan untuk menutup auratnya bagi wanita.(Baca : Keistimewaan Wanita Berjilbab)

Manfaat Menggunakan Cadar sebenarnya adalah salah satu Cara Menjadi Muslimah Yang Baik untuk menutup aurat mereka. Beberapa para ulama mengatakan tidaklah wajib memakai cadar, namun jika memakainya wanita akan mendapatkan pahala. Akan tetapi ada lagi beberapa ulama lainnya yang mengungkapkan kewajiban menggunakan cadar bagi wanita.(Baca : Hukum Wanita Tidak Berjilbab)

Banyak terjadi pro dan kontra mengenai hal ini. Sebenarnya bercadar sudah ada sejak zaman Nabi, wanita-Wanita Shalehah pada zaman Nabi menggunakan cadar. Ada beberapa surat dalam Al-quran yang membahas tentang menutup aurat dan memakai kerudung atau jilbab bagi wanita.(Baca : Tabarruj dalam Islam)

Dalam Al-quran Allah memerintahkan setiap wanita untuk menutup auratnya, QS. An-nuur : 31 yang artinya:

“Hendakla mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampak perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkkan perhiasannya kecuali pada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat ,mereka. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Itu hanya satu dari beberapa ayat yang menerangkan mengenai perintah-perintah berjilbab. Masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang membahas mengenai hal tersebut. Jadi terjawablah jawaban kita, Nabi Muhammad S.A.W menganjurkan umatnya bagi Wanita Muslimah memakai jilbab dan dalam Al-quran Allah S.W.T telah memerintahkan untuk menutup aurat.(Baca : Wanita dalam Pandangan Islam)

Sebenarnya memakai cadar adalah bentuk dari menutup aurat mereka para wanita. Memakai cadar tidaklah di wajibkan, namun jika dikerjakan akan mendapatkan pahala. Akan tetapi yang harus kita ingat, memakai jilbab dan menutupi aurat adalah WAJIB dan itu merupakan  Keistimewaan Wanita Berjilbab.

Menggunakan cadar ternyata mempunyai banyak manfaat bagi wanita dalam kehidupan sehari-hari. Di wilayah Arab dan sekitarnya, mereka menggunakan cadar juga untuk menghindari diri dari debu dan kotoran yang beterbangan.(Baca : Siksa Neraka Bagi Wanita)

Diketahui wilayah Arab termasuk wilayah yang tandus sehingga debu dan kotoran sangat mudah beterbangan karena di bawa angin yang kencang. Tidak hanya untuk menutupi aurat saja, ada banyak manfaat lainnya yang mungkin belum kita ketahui tentang menggunakan cadar.(Baca : Cara Membuat Hati Ikhlas)

Sumber : dalamislam.com
Hati-Hatilah Dengan Ketenaran

Hati-Hatilah Dengan Ketenaran

Hati-Hatilah Dengan Ketenaran


Hasil gambar untuk Hati-Hatilah Dengan Ketenaran


Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menjauhi ketenaran dan pujian-pujian karena pujian itu fitnah. Beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ

“Jauhilah sifat suka dipuji, karena dengan dipuji-puji itu seakan-akan engkau disembelih.” (HR. Ahmad no. 16460, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2674)

Abu Ayyub as-Sikhtiyani mengatakan: “Seorang hamba sama sekali tidaklah jujur jika keinginannya hanya ingin mencari ketenaran.” (Ta’thiru al-Anfas, hlm. 276)

Dari al-Husain bin al-Hasan al-Marwazi diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abdullah ibnu Mubarok pernah berkata: “Jadilah orang yang menyukai status khumul (status tersembunyi dan tidak dikenal) dan membenci popularitas. Namun, jangan engkau tampakkan bahwa engkau menyukai status rendah itu sehingga menjadi tinggi hati. Sesungguhnya mengklaim diri sendiri sebagai orang zuhud justru mengeluarkan dirimu dari kezuhudan karena cara itu, kamu telah menarik pujian dan sanjungan untuk dirimu.” (Shifatu ash-Shafwah, 2/325)

Islam memerintahkan umatnya agar tawaduk atau rendah hati dan menjauhi popularitas. Terkadang ketenaran bisa membuat orang sombong dan tidak ikhlas dalam beramal. Namun, ketika ia qodarullah menjadi figur terkenal karena keshalihannya, ilmu dinnya atau karena kebaikannya tanpa ia cari, niscaya tidak karena ini adalah karunia Allah. Ilmu dan prestasi bisa menggelincirkan manusia manakala ia mengabaikan faktor keikhlasan sehingga merasa lebih baik, lebih utama, dan tenar dari orang lain. Porosnya di hati, yakni niat, meskipun orang lain memandangnya memiliki kelebihan, namun hatinya rendah hati, dan hanya Allah lah yang mengetahui isi hati apakah ia sombong atau benar-benar niatnya ikhlas, ia tidak begitu peduli dengan pujian manusia. Karena sanjungan seringkali membuat orang terlena hingga benih-benih kesombongan dan bangga diri pelan-pelan mengusik hatinya dan akhirnya bisa menodai amalannya. Allah berfirman :

قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.”(QS. Ali-Imran : 29)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, berkecukupan, dan tersembunyi.” (HR. Muslim no. 2965)

Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah:

هُوَ الَّذِي لَا يُظْهِرُ نَفْسَهُ ، وَلَا يَهْتَمُّ أَن يُظهِرَ عِندَ النَّاسِ أَوْ يُشَارُ إِلَيهِ بِالبَنَانِ أَوْ يَتَحَدَّثُ النَّاسُ عَنْهُ

“Yaitu orang yang tidak menampakkan dirinya, tidak berambisi untuk tampil di depan manusia, atau untuk ditunjuk oleh orang-orang atau diperbincangkan oleh orang-orang.” (Syarah Riyadish Shalihin, 629)



Terkadang kita lihat seseorang nampaknya biasa-biasa saja, tak terlihat beda dengan orang lain namun dia subhanallah dikaruniai Allah kefakihan dalam agama, keluasan rezeki atau kekayaan dan berbagai nikmat kelebihan yang jarang dimiliki orang lain. Namun, ia terkesan menghindari perhatian orang lain.
Ketenaran ibarat ular berbisa. Bisa membinasakan dunia dan akhiratnya ketika ia sengaja mengejarnya demi orientasi dunia semata, biar terkenal, biar dihormati orang lain, biar heboh atau tujuan-tujuan rendah semata. Ini sama sekali jauh dari akhlak Islam. Yakinlah ketenaran demi kebahagiaan dunia semata niscaya pelakunya akan menderita, karena faktanya betapa banyak orang yang tenar akhir hidupnya merana dan tragis.

Imam Ahmad berkata: “Beruntung sekali orang yang Allah buat ia tidak tenar”. Beliau juga pernah mengatakan: “Aku lebih senang jika aku berada pada tempat yang tidak ada siapa-siapa. “ (Ta’thiru al-anfas, hlm. 278)

Akhirnya siapapun kita dan dimanapun perlu mengingat lagi hadits tentang niat “sesungguhnya amal perbuatan itu hanyalah tergantung niat”. (Muttafaqun `alaih)


Artikel Muslimah.or.id



Menjadi Pribadi yang Optimis

Menjadi Pribadi yang Optimis

Menjadi Pribadi yang Optimis


Hasil gambar untuk Menjadi Pribadi yang Optimis

Optimis merupakan karakter indah seorang mukmin. Mukmin sejati harus senantiasa berpikir positif dan memotivasi diri menjadi pribadi yang memiliki visi akhirat, perfeksionis, dan punya standar yang tinggi untuk perkara-perkara yang dicintai Allah.

Sikap optimis harus ditanamkan dalam hati manakala suatu saat menghadapi badai masalah, ia akan tegar dan terus bersemangat mencari solusi penyelesaian masalah. Tidak mudah putus asa dan yakin pasti ada hikmah besar di balik semua takdir Allah. Islam mengajarkan umatnya untuk bangkit menyongsong hari esok dengan obsesi baru, harapan dan semangat membara agar hidupnya lebih baik, amalnya lebih shalih, imannya bertambah kuat, serta hatinya dipenuhi buhul cinta kepada Allah, tidak menyesali peristiwa masa lalu yang mungkin menumbuhkan kesedihan mendalam.

Hadapi perkara mendatang dengan penuh kebahagiaan dan menepis dan melawan perasaan negatif yang belum terjadi. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا عَدْوَى، وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِيْ الْفَأْلُ

“Tidak ada penyakit yang menular sendiri dan tidak ada kesialan. Al-fa`lu (kata-kata yang baik) membuatku kagum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Hulaimi rahimahullah mengatakan: “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam suka dengan optimisme, karena pesimis merupakan cermin persangkaan buruk kepada Allah tanpa alasan yang jelas. Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud persangkaan yang baik. Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka baik kepada Allah dalam setiap kondisi.” (Fathul Bari`, 10/226)

Optimisme butuh action dan langkah nyata seorang yang ingin sukses menempuh studi atau menuntut ilmu agama perlu belajar sungguh-sungguh, bekerja keras, dan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya. Menjalankan usaha-usaha atau ikhtiar dalam mencapai tujuannya. Begitu pula ketika berniat berumah tangga, semangat saja belum cukup, butuh kesiapan fisik dan ilmu yang terkait dengan kerumahtanggaan agar bahtera pernikahannya berkah di sisi Allah. Hidup ini hakikatnya adalah belajar, beramal dan bersabar serta mengiringi semua yang kita lakukan dengan penuh optimisme, Allah akan memberi kita yang terbaik sesuai takdirnya. Yakinlah setelah kesulitan ada kemudahan. Allah Ta’ala berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah : 5-6)

Seorang mukmin sejati dalam segala situasi dan kondisi harus bergantung hatinya kepada Allah. Memperbanyak doa dan husnudzan kepada Allah akan memberikan pilihan terbaik sesuai dengan ilmu Allah meski terkadang tidak selaras dengan nafsu manusia.

Al-Hasan al-Basri mengatakan : “Sesungguhnya tawakal seorang hamba kepada rabbnya adalah ia meyakini bahwa Allah itu sumber kepercayaan dirinya.” (Al-Fawa’id, 149).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكِ، وَ اسْتَعِنْ بِاللّٰهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah kepada Allah. Dan jangan kau lemah.” (HR. Muslim).



sumber : muslimah.or.id
Kiat Meningkatkan Kualitas Iman

Kiat Meningkatkan Kualitas Iman

Kiat Meningkatkan Kualitas Iman

Hasil gambar untuk Kiat Meningkatkan Kualitas Iman


Iman kepada Allah merupakan modal dasar paling berharga bagi seorang mukmin agar selamat hingga negeri akhirat. Para salafuna ash-shalih sangat memperhatikan perkara keimanan karena iman itu fluktuatif, bisa bertambah dan berkurang sebagaimana keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah. Generasi terdahulu senantiasa berupaya menaikkan kualitas iman dengan ilmu dan amal sholih.

1. Pentingnya ilmu

Seorang mukmin hendaknya mendasari ibadah dan kehidupannya dengan ilmu yang diperintahkan-Nya. Ilmu tentang tauhid rububiyah, uluhiyah, asma` wa sifat merupakan landasan utama agar keimanan sempurna dan selaras dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga mempelajari hukum-hukum syariat Islam akan menjadikan ibadahnya tegak di atas ilmu sehingga diterima di sisi-Nya. Merenungi sejarah hidup Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam akan menguatkan hati dan mempertebal kualitas iman sehingga menjadikannya sebagai teladan hidup. Selain itu, dengan menadaburi ciptaan Allah adalah di antara sebab bertambahnya iman karena manusia akan semakin bersyukur dan tawaduk tatkala melihat betapa hebat dan luar biasanya semua ciptaan Allah.

Idealnya, semakin bertambah pemahaman dan ilmu seseorang maka kualitas dan kuantitas iman akan memuncak dan rasa takutnya pada Allah akan menyelimuti hatinya hingga ia senantiasa dalam ketaatan pada Allah.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan iman adalah sebuah kecacatan…” (Al-Fawa`id, hlm. 162).

2. Amal shalih

Amal shalih, baik itu amalan hati, lisan maupun anggota badan yang dilakukan dengan ikhlas mengharap ridha Allah, maka akan semakin mempererat buhul-buhul iman.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Bertambahnya keimanan memiliki beberapa sebab, di antaranya adalah melakukan ketaatan karena sesungguhnya keimanan bertambah sesuai dengan baiknya amal yang dilakukan, jenis dan banyaknya. Semakin baik amal yang dilakukan, maka keimanannya pun akan semakin bertambah. Kebaikan suatu amalan sesuai dengan kadar keikhlasan juga mutaba`ah. Adapun jenis amalan, maka sesungguhnya yang wajib lebih utama daripada yang sunnah. Sebagian ketaatan lebih kuat dan utama daripada yang lainnya. Semakin utama amal yang dilakukan, maka pertambahan keimanannya pun akan semakin besar. Banyaknya amal yang dilakukan pun menyebabkan keimanan semakin bertambah karenanya. Pengamalan masuk dalam kategori keimanan, maka sudah pasti keimanan akan bertambah dengan bertambahnya pengamalan.” (Fathu Rabbil Bariyyah, hlm. 65).

Iman dan amal shalih inilah bekal utama agar seorang mukmin hidupnya tegar bak batu karang. Dengan kekuatan iman yang dilandasi ilmu niscaya berbuah amal shalih yang benar. Semua ini akan terwujud dengan taufik Allah.

Nasihat berharga Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah yang menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taufik dari Allah selalu berusaha melakukan 2 perkara:

Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya, baik secara ilmu maupun amal secara bersama-sama.
Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari fitnah-fitnah yang nampak dan yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari amal dan mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha disertai dengan mengetahui satu perkara sebelum hilang.” (At-Taudhih wa al-Bayan Lis Syajarat al-Iman, hlm. 38).
Seorang mukmin jangan pernah melupakan kekuatan doa agar diperkokoh pondasi imannya. Doa diberi hidayah agar selamat dari berbagai penyimpangan dan diberi kekuatan beramal shalih sebagaimana perintahNya.


sumber : muslimah.or.id
Bersemangat Dalam Mengamalkan Sunnah

Bersemangat Dalam Mengamalkan Sunnah

Bersemangat Dalam Mengamalkan Sunnah



Al-Qadhi Iyadh rahimahullah menulis dalam kitab Asy-Syifa` (II/ 8): “Muhammad bin Ali At-Tirmidzi mengungkapkan, “Wujud dari menjadikan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam sebagai suri tauladan adalah dengan mencontoh beliau mengikuti sunnah-sunnah beliau serta tidak menyelisihi beliau baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan”.

Mengagungkan sunnah-sunnah beliau merupakan perkara penting yang diperintahkan Allah sebagai wujud mentaati serta mencintai Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa sallam. Keberkahan, keselamatan dan kebahagiaan akan dirasakan seorang mukmin ketika ia bersemangat mengamalkan sunnah-sunnah mulia yang di zaman ini mulai ditinggalkan kaum muslimin. Orang yang intens dan antusias meniru rasul-Nya dalam hal akhlak, adab, pakaian, gaya hidup dan perkara-perkara yang pernah dipraktekkan Rasul mulia semakin asing di tengah maraknya berbagai model dan gaya hidup yang jauh dari petunjuk Islam. Meski demikian kita patut bersyukur pada Allah Ta`ala di era sekarang mulai tumbuh kesadaran dari sebagian kaum muslimin untuk mengamalkan berbagai perilaku beliau sebagai aplikasi ketaatan kepada perintah-Nya.

Dan kita akan kembali pada episode dimana para sahabat dan salafuna ash shalih sangat giat melakukan perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam, meski mereka terkadang tidak tahu apa maksudnya. Dalam benak mereka adalah mengikuti jejak-jejak langkah beliau sebagai ittiba’ dengan jalannya.

Al-Qadhi Iyadh juga menuliskan dalam kitb Asy-Syifa` (II/5) “Telah diperlihatkan bahwasanya Abdullah bin Umar radhiyallaahu `anhu memutar-mutar hewan tunggangannya di suatu tempat. Hal itu ditanyakan kepadanya, maka ia menjawab, “Aku tidak tahu, hanya saja aku telah melihat Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam melakukan seperti apa yang telah aku lakukan ini”.

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan “Aku tak pernah menulis sebuah hadits, melainkan aku telah mengamalkannya. Hingga telah sampai kepadaku sebuah hadist yang menjelaskan bahwa nabi Shallallaahu `alaihi wa sallam pernah berbekam dan memberikan satu dinar kepada Abu Thayyibah (yang membekam beliau). Maka akupun berbekam dan mengupah si tukang bekam sebesar satu dinar”. (Badzlul Juhud Fii Sharhi Sunani Abi Dawud, karya Syaikh Khalil Ahmad As-Saharanfuri rahimahullah. Asal dari hadist ini berada dalam kitab Shahih Muslim No. 2992).

Demikianlah praktek nyata betapa hidup orang-orang shalih selalu dihiasi dengan cahaya sunnah. Hari-harinya senantiasa diisi dengan amalan yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam. Kedekatan hati dan kekuatan imanlah yang mendorong dan memotivasinya untuk selalu melakukan amalan terbaik meski sepintas perbuatan itu seolah ringan atau biasa saja.

Adapula contoh konkret ulama abad ini yang sangat tinggi semangatnya dalam mengamalkan sunnah Nabi, beliau adalah Syaikh Ibnu Baz yang patut dijadikan panutan bagi kaum muslimin. Pada suatu hari, sebuah gelas berisi jus disuguhkan kepada beliau. Beliau lantas meminumnya. Setelah beliau selesai minum, sebuah gelas keduapun disuguhkan kepada beliau. Beliau mengatakan “Perutku sudah tidak muat”. Akan tetapi orang yang menyuguhkan terus mendesak beliau agar minum. Setelah gelas kedua beliau minum, beliau mengatakan dengan nada guyon “Tuangkan untuk yang ketiga”. Beliau ingin agar berakhir dengan bilangan ganjil. Ketika beliau sakit yang mengantarkan beliau kepada kematian, jika pelayan beliau ingin memasangkan sepatu atau kaos kaki namun salah karena mendahulukan kaki kiri maka beliau menolak dan menjauhkan kaki beliau hingga pelayan tersebut memulai dengan kaki kanan.” (Dinukil dari Majalah SwaraQur`an edisi No. 2 th 9 hal. 28).

Demikianlah sekilas contoh betapa para imam dan orang shalih bersemangat untuk selalu mencontoh Rasulullah Shallallaahu `alaihi wa sallam dalam kehidupannya. Semoga Allah memudahkan kita meniti jejaknya.


sumber :  Muslimah.or.id




Bolehkah Muslimah Membuka Cadar Ketika Kumpul Keluarga?

Bolehkah Muslimah Membuka Cadar Ketika Kumpul Keluarga?

Bolehkah Muslimah Membuka Cadar Ketika Kumpul Keluarga?


Hasil gambar untuk Bolehkah Muslimah Membuka Cadar Ketika Kumpul Keluarga?

Sebelumnya, menutup wajah bagi wanita adalah ajaran para ulama semua madzhab. Bukan budaya Arab dan bukan ajaran radikal. Ulama madzhab yang 4 memerintahkan wanita untuk menutup wajah, walaupun mereka berbeda pendapat antara sunnah dan wajib. Diantara dalilnya firman Allah ta’ala:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59).

Karena mereka khilaf mengenai apakah wajah termasuk aurat atau bukan, namun menutupnya itu lebih utama. Al Hashkafi, ulama madzhab Hanafi, beliau berkata:

والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب

“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189).
Terutama jika wajah seorang wanita itu beresiko menggoda para lelaki yang melihatnya. Al Qurthubi, ulama madzhab Maliki, berkata:

قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها

“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229).
Lalu wanita yang menutup wajahnya (menggunakan cadar atau semisalnya), bolehkah ia membuka wajahnya ketika berkumpul dengan keluarganya?

Hal ini perlu dirinci:
Pertama: jika keluarga yang berkumpul tersebut semuanya masih termasuk mahram, seperti: ayah, ibu, mertua, saudara kandung, anak, kakek, nenek, dan semisalnya, maka tidak mengapa memperlihatkan wajah. Asy-Syarwani berkata,

جَمِيْعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ: وَعَوْرَةُ بِالنِّسْبَةِ لِنَظْرِ الْأَجَانِبِ إِلَيْهَا

“Aurat wanita terhadap pandangan lelaki ajnabi (non-mahram), yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad.” (Hasyiah asy-Syarwani ‘ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112).
Al-Juwaini mengatakan:

الْأَجْنَبِيَّةُ فَلَا يَحِلُّ لِلْأَجْنَبِيِّ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى غَيْرِ الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ أَمَّا

“Adapun wanita ajnabiyah tidak halal bagi lelaki ajnabi untuk melihatnya kecuali wajah dan telapak tangan.” (Nihayatul Mathlab, 12/31).
Berarti di depan orang yang bukan ajnabi, boleh memperlihatkan wajah dan telapak tangan.

Kedua: jika keluarga yang berkumpul terdapat lelaki ajnabi (bukan mahram) maka dirinci lagi:

Rincian pertama:
Jika wanita tersebut lebih meyakini pendapat ulama yang mengatakan wajibnya menutup wajah, dan wajah adalah aurat, maka tidak boleh menampakkan wajah. Karena ia berkeyakinan menutup wajah adalah wajib, jika dibuka depan ajnabi maka ini perbuatan maksiat.

Tidak boleh melakukan maksiat demi mencari ridha orang lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من التمس رِضا اللهِ بسخَطِ الناسِ ؛ رضِيَ اللهُ عنه ، وأرْضى عنه الناسَ ، ومن التَمس رضا الناسِ بسخَطِ اللهِ ، سخِط اللهُ عليه ، وأسخَط عليه الناسَ

“Barangsiapa yang mencari ridha Allah walaupun orang-orang murka, maka Allah akan ridha padanya dan Allah akan buat manusia ridha kepadanya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia walaupun Allah murka, maka Allah murka kepadanya dan Allah akan buat orang-orang murka kepadanya juga“ (HR. Tirmidzi no.2414, Ibnu Hibban no.276, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Ketika ada yang meminta untuk membuka wajah ketika itu, maka tidak boleh ditaati, baik itu suami maupun orang tua. Allah melarang mentaati orang yang menyuruh pada maksiat. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“dan janganlah kamu taati orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Al Kahfi: 28).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).

Namun perlu diperhatikan, ketika tidak membuka wajah, bukan berarti tidak bergaul dan tidak bercengkrama dengan karib-kerabat. Boleh tetap bergaul dan bercengkrama selama dalam batasan yang dibolehkan.

Rincian kedua:
Jika wanita tersebut lebih meyakini pendapat ulama yang mengatakan menutup wajah tidak wajib, namun mustahab (sunnah) dan wajah bukanlah aurat, maka tidak berdosa jika ia membuka wajahnya. Karena perkara mustahab tidak berdosa jika ditinggalkan, namun lebih utama jika wajah ditutup.

Terkadang dianjurkan meninggalkan perkara yang utama (mustahab) jika tujuannya ta’liful qulub (mengikat hati) orang agar bisa memberi nasehat kepada mereka. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada ‘Aisyah radhiallahu’anha:

لولا أن قومك حديث عهد بكفر؛ لأسست الكعبة على قواعد إبراهيم

“kalau bukan karena kaummu yang baru saja lepas dari kekufuran, akan aku bangun kembali pondasi Ka’bah sesuai dengan dibuat oleh Ibrahim” (HR. Bukhari – Muslim).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menunda restorasi pondasi Ka’bah yang ini termasuk perkara yang utama, demi ta’liful qulub (mendekatkan hati).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

ويستحب للرجل أن يقصد إلى تأليف القلوب بترك هذه المستحبات ، لأن مصلحة التأليف في الدين أعظم من مصلحة فعل مثل هذا

“Dianjurkan bagi seseorang meniatkan untuk ta’liful qulub (mengikat hati) orang lain ketika meninggalkan perkara-perkara mustahab ini. Karena maslahah ta’liful qulub agar orang mau beragama dengan benar itu adalah maslahah yang lebih besar dibanding melakukan perkara-perkara tersebut” (Majmu’ Al Fatawa, 2/407).

Syaikh Muhammad Al Imam menjelaskan: “Ini adalah perkataan yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang juga disebutkan oleh para ulama yang lain semisal Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi dalam kitab Syarah Aqidah Thahawiyah, dan ulama yang lainnya. Perkataan ini gamblang. Maksudnya, jika ada suatu perkara yang dianjurkan dalam syariat namun tidak sampai wajib, tidak diwajibkan oleh Allah kepada kita dan tidak pula diwajibkan oleh Rasulullah kepada kita, jika melakukannya di tengah masyarakat beresiko dapat menimbulkan fitnah, maka menunda melaksanakannya hingga tepat waktunya dalam rangka ta’liful qulub kepada masyarakat adalah perkara yang baik”.

Namun wanita yang membuka wajah di depan karib-kerabat juga hendaknya tidak bermudah-mudah bercengkrama dengan karib-kerabat yang bukan mahram. Rasulullah pun mewanti-wanti akan hal ini. Dari sahabat ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إياكم والدخول على النساء، فقال رجل من الأنصار: يا رسول الله: أفرأيت الحمو؟ قال: الحمو: الموت

“Jauhilah masuk ke rumah-rumah para wanita”. Maka seorang lelaki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?”. Beliau bersabda: “ipar adalah maut“ (HR. Bukhari – Muslim).

Padahal ipar termasuk karib-kerabat, namun Rasulullah mewanti-wanti bermudah-mudahan terhadap mereka sampai dikatakan sebagai maut. Maka terhadap keluarga yang bukan mahram yang lawan jenis, tidak boleh:

memperlihatkan aurat
berduaan
bersentuhan
bercanda berlebihan
melembutkan suara dalam berbicara
Dan adab-adab Islam yang lain terhadap lawan jenis yang bukan mahram.
Selamat bersilaturahmi dengan keluarga.
Semoga Allah memberi taufik.

Sumber : Muslimah.or.id
 WASPADA TERHADAP NERAKA

WASPADA TERHADAP NERAKA

Waspada Terhadap Neraka


Hasil gambar untuk Waspada Terhadap Neraka
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan sahabatnya. Wa ba’du.

Allah telah menyebutkan deskripsi neraka Jahannam wal ‘iyadzu billah. Ia merupakan kampung yang Allah persiapkan untuk musuh-musuh-Nya dari kalangan orang-orang kafir, munafik, ahli maksiat, dan orang-orang fasiq. Itulah negeri bagi golongan orang-orang yang buruk. Allah telah sediakan berbagai jenis adzab yang mana tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia Subhanahu wa Ta’ala semata. Meskipun demikian, Dia jelaskan beberapa macam siksa neraka di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Neraka memiliki banyak tingkatan ke bawah, sebagiannya lebih rendah daripada yang lain. Sedangkan surga memiliki banyak tingkatan ke atas, sebagiannya lebih tinggi daripada yang lain. Tingkatan neraka tersebut menjadi tempat tinggal bagi penghuninya sesuai dengan amalnya. Sebagiannya lebih keras siksaannya dibandingkan yang lain. Adapun orang munafik merekalah penduduk kerak neraka.

إِنَّ الْمُنَافِقِيْنَ فِيْ الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan engkau tidak akan menjumpai seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 145).

Orang munafik ialah orang yang menampakkan keislaman dalam rangka mengelabui dan berbuat tipu daya. Hati mereka kafir dan ingkar. Mereka mengingkari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat yang beliau bawa. Akan tetapi mereka memperlihatkan keislaman untuk kemaslahatan mereka. Oleh karenanya, adzab mereka lebih pedih daripada orang-orang kafir yang terang-terangan menunjukkan kekafiran dan permusuhan mereka. Karena orang-orang kafir yang terang-terangan dapat dikenali oleh kaum muslimin sehingga kaum muslimin bisa menyiapkan perlengkapan untuk menjaga diri dari keburukan mereka. Adapun orang-orang munafik, mereka menampakkan keislaman.

يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَمَا يَخْدَعُوْنَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَ

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Padahal tidaklah mereka menipu kecuali diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 9).

Akan tetapi kaum mukminin husnuzhan (baik sangka) kepada mereka dan tidak berhati-hati terhadap mereka. Mereka adalah mata-mata orang-orang kafir dan Yahudi. Mereka tunjukkan kelemahan-kelemahan kaum muslimin kepada orang-orang kafir. Mereka senantiasa merasa gembira dengan kemenangan orang-orang kafir dan senantiasa merasa marah dengan kebangkitan dan kemuliaan Islam. Inilah sifat-sifat orang munafik. Oleh karena itu, mereka berada di kerak paling dasar dari neraka. Sedangkan orang-orang kafir yang lain berada di atas mereka.

Neraka memiliki beberapa nama yaitu an-nar, jahannam, as-sa’ir, saqar, al-jahim, al-hawiyah, dan nama-nama yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa neraka mempunyai banyak tingkatan dan penghuninya berbeda-beda dalam adzab dan tempat tinggalnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan,

إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا مَنْ يُوْضَعُ فِيْ أَخْمَصِ قَدَمِهِ جَمْرَةٌ يَغْلِيْ مِنْهَا دِمَاغُهُ

“Penduduk neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang kedua telapak kakinya dipakaikan sandal lantas mendidihlah otaknya.” (HR. Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213).
Dalam riwayat lain,

يَلْبَسُ نَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ يَغْلِيْ مِنْهَا دِمَاغُهُ، مَا يَرَى أَنَّ أَحَدًا أَشَدُّ عَذَابًا مِنْهُ مَعَ أَنَّهُ أَهْوَنُ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا

“Dia mengenakan dua sandal dari api yang membuat otaknya mendidih. Dia tidak melihat ada seorang pun yang lebih keras adzabnya dibandingkan dirinya. Padahal dia adalah penghuni neraka yang paling ringan siksanya.” (HR. Muslim no. 213/364) [1].

Ini hanyalah adzab yang paling ringan. Lantas bagaimana dengan adzab yang paling keras? Wal ‘iyadzu billah.

Minuman mereka adalah mahl yaitu air yang sangat panas atau shadid yaitu nanah yang mengalir dari tubuh penghuni neraka. Makanan mereka zaqqum yang tumbuh di neraka.

إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّوْمِ طَعَامُ الْأَثِيْمِ

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu adalah makanan orang yang banyak dosa.” (QS. Ad-Dukhan: 43-44).

Di ayat yang lain,

إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِيْ أَصْلِ الْجَحِيْمِ طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوْسُ الشَيَاطِيْنِ فَإِنَّهُمْ لَأَكِلُوْنَ مِنْهَا فَمَالِئُوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَ ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيْمٍ ثُمَّ غِنَّ مَرْجِعَهُمْ لَإِلَى الْجَحِيْمِ

“Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka yang menyala. Mayangnya seperti kepala setan. Sesungguhnya mereka memakan sebagian dari buah pohon itu maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Lalu sesungguhnya tempat kembali mereka adalah neraka Jahim.” (QS. Ash-Shaffat: 64-68).

Minuman mereka –wal ‘iyadzu billah– adalah minuman yang paling jelek dan paling panas yang memanggang wajah. Jika minuman tersebut dihidangkan ke wajah peminumnya, maka terkelupas wajahnya dan lepas kulit wajahnya karena panas yang sangat dahsyat. Makanan mereka adalah zaqqum dan pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. Mereka senantiasa dalam kelaparan. Mereka makan tetapi makanan tersebut tidak dapat mengusir lapar. Demikian pula mereka minum, tetapi minuman tersebut tidak mampu membuang dahaga. Tiap kali mereka minum, akan bertambahlah rasa haus mereka.

وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ فِيْ سَمُوْمٍ وَحَمِيمٍ وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُوْمٍ لاَ بَارِدٍ وَلاَ كَرِيْمٍ إِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذَلِكَ مُتْرَفِيْنَ وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِ

“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam siksaan angin yang amat panas, air panas yang mendidih, dan naungan asap yang hitam, tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka itu sebelumnya hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.” Yaitu berbuat syirik.

وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَءِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ

“Dan mereka selalu mengatakan: Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan belulang, apakah sesungguhnya kami akan dibangkitkan kembali?” Mereka mengingkari kebangkitan.

Lantas Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya,

قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ لَمَجْمُوْعُوْنَ إِلَى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَ لَأَكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّوْمٍ فَمَالِئُوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَ فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِ فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِ

“Katakanlah: Sesungguhnya orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan akan dikumpulkan di waktu yang tertentu pada hari yang dikenal. Kemudian sesungguhnya kalian wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan akan memakan pohon zaqqum dan akan memenuhi perut kalian dengannya. Lalu kalian akan meminum air yang sangat panas. Maka kalian minum seperti unta yang sangat haus.” (QS. Al-Waqi’ah: 41-55).

Al-him adalah unta yang kehausan, karena apabila unta sangat dahaga, maka ia akan sangat semangat minum. Demikian pula penduduk neraka. Mereka meminum air yang sangat panas sebagaimana minumnya unta yang kehausan.

هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِ

“Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan.” (QS. Al-Waqi’ah: 56) Nuzuluhum yakni jamuan mereka –wal ‘iyadzu billah-. Itulah jamuan yang paling buruk.

Demikianlah neraka beserta penghuninya. Neraka tidaklah khusus bagi orang-orang kafir semata, tetapi ia juga dimasuki oleh orang-orang beriman pelaku maksiat, pelaku dosa kecil, dan pelaku dosa besar. Mereka memasuki neraka, disiksa di dalamnya, dan tinggal disana dalam waktu yang lama hingga mereka menjadi arang. Mereka hangus dan tubuh mereka berubah menjadi arang. Kemudian mereka keluar dari nereka setelah diadzab. Lalu mereka dilempar ke sungai kehidupan. Lantas tumbuhlah jasad mereka. Selanjutnya mereka dimasukkan ke dalam surga.

Kesimpulannya, seorang beriman tetapi hobi maksiat berada dalam bahaya yang besar. Selayaknya seseorang tidak terkecoh dan mengatakan bahwa dirinya beriman. Lantas ia kerjakan berbagai jenis maksiat dan meremehkannya. Ia menyangka bahwa maksiat tersebut tidak akan mencelakainya. Padahal maksiat –wal ‘iyadzu billah– bahayanya sangatlah dahsyat. Ia akan menyeret pelakunya ke dalam neraka dan menyiksanya di dalamnya. Boleh jadi ia tinggal di dalamnya beratus-ratus tahun. Barulah ia keluar dari neraka setelah itu. Dengan demikian, bahaya maksiat sangatlah mengerikan. Tidak ada yang mengetahui sifat neraka kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Akan tetapi Dia jelaskan sebagian deskripsi neraka supaya orang-orang beriman waspada terhadap amal-amal yang mengantarkan mereka ke neraka. Semua hawa nafsu yang haram dan maksiat dengan berbagai macam bentuknya akan menyeret seseorang ke dalam neraka.

Bahaya maksiat sangatlah besar. Sepatutnya bagi seseorang menjauhi maksiat baik itu dosa besar maupun dosa kecil. Karena dosa kecil yang diremehkan oleh seseorang akan berubah menjadi dosa besar. Di samping itu, dosa kecil akan bertumpuk-tumpuk pada diri seseorang lantas dosa itu pun akan membinasakannya sebagaimana lembah itu mengalir dari tetesan air hujan. Demikian pula maksiat akan berkumpul pada diri seseorang lalu maksiat itu akan mencelakakannya.

Wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati dengan maksiat. Apabila ia terjerumus dalam salah satu maksiat, hendaknya ia segera bertaubat. Karena Allah Jalla wa ‘Ala menerima taubat yang bertaubat kepada-Nya. Di samping itu, hendaknya ia tidak meremehkan maksiat dan terkecoh dengan penundaan adzab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah ia takjub dengan dirinya sendiri lantas larut dalam maksiat dan mengandalkan harapan yang baik dan rahmat Allah. Benar, rahmat Allah sangatlah luas. Namun, adzab dan hukumannya juga sangatlah keras.

aka, hendaknya seseorang tidak merasa aman dari makar Allah dan tidak menggampangkan maksiat. Boleh jadi ia meremehkan dosa kecil, lalu dosa kecil itu akan menyeretnya menuju dosa besar. Boleh jadi ia menganggap enteng dosa kecil, lantas dosa kecil itu akan membesar dan membinasakan pelakunya sedang ia tidak menyadarinya. Wajib bagi seseorang untuk waspada terhadap semua bentuk maksiat dan dosa, bersegera bertaubat, memperbanyak istighfar, memperbanyak kebaikan dan amal shalih, dan mengharap rahmat Allah, serta takut dengan siksa Allah. Hendaknya ia gabungkan antara rasa takut dan rasa harap.

Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kita semua untuk mengerjakan amal shalih yang Dia cintai dan ridhai. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta sahabatnya.
***
Diterjemahkan dari Majalis Syahri Ramadhan Al-Mubarak, karya Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, cetakan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1422 H, Riyadh, hal. 51-54.

Catatan kaki
[1] Dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَهْوَنُ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا أَبُوْ طَالِبٍ، وَهُوَ مُتَنَعِّلٌ بِنَعْلَيْنِ يَغْلِيْ مِنْهُمَا دِمَاغُهُ

“Penduduk neraka yang paling ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai dua sandal yang membuat otaknya mendidih.” (HR. Muslim no. 212).

***


sumber : Muslimah.or.id

WANITA-WANITA DI AKHIR ZAMAN

WANITA-WANITA DI AKHIR ZAMAN

Wanita-wanita di Akhir Zaman


Hasil gambar untuk Wanita-wanita di Akhir Zaman
Sangat disayangkan bahwa salah satu dari tanda-tanda akhir zaman yang telah banyak di jelaskan dalam hadits-hadits adalah perihal keadaan menyedihkan wanita-wanita yang tidak berhijab yang menampakan keburukan pada zaman itu. Wanita-wanita dalam zaman itu, hadir di tengah-tengah masyarakat dalam suatu bentuk yang buruk, memolekkan dan mempercantik dirinya bukan untuk suaminya, dan memakai pakaian-pakaian yang setengah telanjang dan menampakkan tubuhnya.

Rasulullah SAW berkata: “Halaaku nisaai ummatii filahmaraini adzdszahabu watstsayaaburriqaaqi. Terdapat dua penyebab yang menghancurkan umat saya, yang pertama adalah emas (perhiasan-perhiasan) dan yang ke dua adalah pakaian-pakaian tipis dan menampakkan tubuh. (Arsyaadu al-Quluub, Jilid 1).”

Berdasarkan inilah membuat wanita-wanita berhijab buruk dan bahkan lebih buruk lagi dari mereka yang tidak berhijab, hal ini mengisyaratkan tentang kebenaran-kebenaran dari kerusakan dan kebinasaan yang merupakan tanda-tanda akhir zaman dan juga kita lihat bahwa ketidakmaluan para wanita yang mempermainkan seorang lelaki, hal inilah yang menjadi sumber kekhawatiran Rasul SAW dan sangat disayangkan bahwa sebagian dari wanita-wanita muslim yang terjun dan aktif ke dalam masyarakat, mereka selangkah lebih maju dari wanita-wanita barat dengan wajah yang dihias kental dan tebal serta berpakaian ringan dan sembrono, padahal mereka ini lebih merusak dan membinasakan dari pada wanita-wanita barat yang non hijab, dan hal ini adalah masalah yang sangat besar. Seorang wanita yang menyatakan dirinya muslim seharusnya dia tidak menodai dan menyakiti hati Rasulullah SAW dan jantung Imam ‘Ashr. Apakah memang tidak boleh seorang wanita muslim meneladani dan menokohkan Sayyidah Zahra dan Sayyidah Zaenab? Apakah dahulu beliau-beliau ini hijab dan pakainnya adalah demikian? Sayyidah Zaenab kubra dalam majelis Yazid di samping beliau menyatakan protesnya terhadap Yazid, beliau juga mengisyaratkan masalah hijab dan beliau berkata pada Yazid : Bagaimana prinsip kamu terhadap tirai kesucian sehingga kamu dapat terjaga dan terpelihara dari para non muhrim dan bagaimana pula  prinsip kamu mengarak para keluarga Rasulullah SAW dari kota ke kota sehingga setiap non muhrim menengok ke arah wajah-wajah mereka?

“Aminal’adli yabnaththulaqaa’a takhdiruka haraairaka wa imaaaka wa sawquka banaati rasulillahi saw sabaayaa qad hatakta sutuurahunna wa abdaita wujuuhahunna, “ Wahai Yazid! Apakah ini berarti adil bahwa para wanita dan para kanizmu kamu tunjukkan dibalik tirai sementara putri-putri Rasulullah SAW kamu arak ke berbagai kota dan kamu jadikan mereka tawanan dan tirai hijab mereka kamu koyak, melepaskan cadar-cadar mereka dari wajahnya?!(Hayaatu al-Imam Husain, Khotbah Hadhrat Zaenab di Syam)

MENJADI MUSLIMAH YANG ISTIQAMAH

MENJADI MUSLIMAH YANG ISTIQAMAH

Menjadi Muslimah Yang Istiqamah

Hasil gambar untuk MENJADI MUSLIMAH YANG ISTIQOMAH


Dalam menjalankan syari’at, sebagai seorang hamba kita diperintahkan untuk istiqamah. Istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus tanpa membengkok ke kanan maupun ke kiri. Dan hal ini mencakup ketaatan secara kesuluruhan, baik lahir maupun batin serta meninggalkan segala bentuk larangan.

Allah Ta’ala  berfirman:

فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ

…” Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya,,” (QS Fushshilat: 6)

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang lurus (benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (QS Hud:112)

Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi memerintahkan Rasul-Nya agar tetap teguh dan senantiasa beristiqamah, sebagaimana yang telah diperintahkan dan dijelaskan oleh Allah.

Dari Abu ‘Amr – ada yang mengatakan Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdillah, dia berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

Aku berkata: “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku satu perkataan dalam islam, yang aku tidak akan bertanya lagi kepada seorangpun selain anda.” Beliau bersabda : “Katakanlah: Aku beriman kepada Allah kemudian Istiqamahlah. (HR. Muslim)

Pelajaran dari hadits ini antara lain:
Semangat dan antusias para sahabat terhadap ilmu. Hal ini ditunjukkan dengan adanya berbagai pertanyaan kepada Rasulullah.
Seseorang hendaknya menanyakan pertanyaan yang mencakup dan mencukupi sehingga dia tidak tersamarkan dari banyak ilmu yang akhirnya akan bercampur.
Orang yang melalaikan kewajiban berarti tidak istiqamah. Bahkan telah terjadi penyimpangan darinya.
Sebaiknya bagi seorang hamba untuk senantiasa mengawasi diri dan jiwanya. Dia seharusnya memeriksa diri apakah dia istiqamah atau tidak. Jika dia mendapati dirinya istiqamah maka hendaknya dia memuji Allah kemudian memohon ketetapan dan kekokohan kepadaNya. Namun, jika dia belum istiqomah maka wajib baginya untuk menempuh jalan istiqomah.
Kiat-kiat agar seorang hamba bisa istiqamah
Memperkuat imannya.
Membekali dengan ilmu yang bermanfaat yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.
Mempelajari tentang kisah para Rasul dan ulama karena mereka diuji dengan ujian berat tetapi  tetap bisa istiqamah.
Kesabaran dan keyakinan. Sabar menjalani konsekuensi kehidupan ini. Salah satu kegagalan yang dialami manusia adalah karena ketidak sabarannya.
Mengisi kehidupan dengan amal yang salih.
Senantiasa berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan hatinya.
Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik

Wallahu a’lam

***
sumber : Muslimah.Or.Id