Begitu besar peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah yang pertama. Seorang Kartini pun mengakui hal itu, yang diutarakan lewat sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Proses pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Seorang ibu yang terbiasa mendengar murottal (tilawah AL-Qur’an) insya Allah hal tersebut dapat didengar oleh sang bayi. Emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Dalam sebuah penelitian, bagi seorang ibu yang mengandung selalu memiliki perasaan ingin marah-marah maka sang anak pun kelak besar nanti akan memiliki penyakit jantung. Wallahu’alam.
Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada sang anak pun memiliki peranan yang sangat penting sebagai imunitas dan kecerdasan otak sang anak. Pendidikan pun dapat diberikan dengan kontak mata yang terjadi antara ibu dan anak. Setiap saat, dimanapun dan kapanpun proses pendidikan tersebut dapat dilakukan. Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan generasi muda yang kreatif, inovatif, prestatif, edukatif dan produktif. Adalah sebuah mimpi hal itu terwujud jika tidak dilukis oleh tangan-tangan lembut seorang ibu. Dan untuk mewujudkannya, tidak lain hanyalah melalui wanita sholihah yang berilmu, berakal dan bertaqwa yang dapat melakukannya. Ulama besar mengatakan, bahwa wanita (khususnya seorang ibu) menjadi barometer baik buruknya sebuah masyarakat. Rusaknya akhlaq wanita merupakan mata rantai yang saling bersambungan dengan kenakalan remaja, rapuhnya keluarga dan kerusakan masyarakat.
Dengan fokus tinggal di rumah, seorang ibu dapat lebih optimal dalam mendidik anak-anak. Waktu bersama anak-anak pun otomatis lebih banyak. Disini bukan berarti sang ibu terkukung dan tidak memiliki kebebasan dalam mengapresiasikan diri. Justru di sinilah ladang amal seorang ibu, suatu saat nanti ibu lah yang akan menuai hasilnya. Bagi seorang ibu pekerja sekalipun, saya yakin hati dan pikirannya tetap tertuju pada sang anak. Kebanyakan dari mereka sepulang dari bekerja tidak akan langsung istirahat, tetapi mengurusi kebutuhan sang anak menjelang tidur atau kebutuhan untuk esok hari. Itulah fitrah seorang wanita yang memiliki peran seorang ibu. Setinggi apapun jabatan dan sebesar apapun penghormatan orang lain kepadanya, ibu adalah ibu. Amanah beliau lebih besar berada di rumah. Amanah yang diberikan langsung oleh Allah SWT, yang kelak akan diminta pertanggungjawaban di yaumil hisab.
Selain daripada itu, memiliki keahlian yang bermanfaat dalam bidang tertentu penting juga bagi seorang ibu untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sarana memperbanyak amal saleh untuk dapat dimanfaatkan kapan saja, sebagaimana yang ditulis Abdul Halim Abu Syuqqah dalam bukunya “Kebebasan Wanita”, akan pentingnya menyediakan pendidikan yang cocok bagi wanita dengan dua tujuan khusus, yaitu agar memiliki kemampuan untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak serta menguasai keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan kapan saja.
Karena begitu besar amanah yang diemban seorang ibu, maka bukan suatu hal yang berlebihan jika Allah SWT menempatkan posisi ibu menjadi posisi yang teramat mulia. Sehingga menjadi sebuah penghormatan yang begitu tinggi jika dikatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Seperti diriwayatkan dalam sebuah kisah : Suatu ketika ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah Saw meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama Rasulullah Saw, maka beliau bertanya, “Adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, Masih. ” Kemudian beliau bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”. Wallahu’alam.
SUMBER : http://www.eramuslim.com/