Dalam beberapa hari ini Deni-bukan nama sebenarnya- terlihat murung. Wajahnya tidak secerah biasa. Ia lebih banyak diam dan sering menyendiri di kamar. Bahkan terkadang dalam diamnya itu Deni sering meneteskan air mata. Sepertinya ada beban berat yang dipikul hatinya. Ada masalah yang mengganggu pikirannya. Tapi Deni tidak bercerita pada yang lain. Ia lebih memilih berdiam diri.
Esoknya adalah hari pernikahan Ust. Harun-bukan nama sebenarnya-. Salah seorang senior yang sering membantu Deni. Beliau adalah orang terdekat dengan Deni. Tempat Deni bercerita dan menumpahkan segala keluhan jiwanya selama ini. Ust. Harun dikenal sangat baik, perhatian dan suka membantu.
Saat ini beliau sedang menempuh jenjang S2, di Fak. Tafsir, Universitas Al-Azhar, Kairo. Teman-teman yang satu rumah dengan Deni menjadi heran, karena sikap Deni yang berbeda dari sebelumnya, apakah karena ia belum dapat kiriman ataukah ada masalah lainnya. Beberapa orang sudah mencoba bertanya pada Deni tentang permasalahan yang sedang ia hadapi. Tapi Deni selalu menolak untuk bercerita.
Keesokan harinya, acara aqad nikah Ust. Harun dilangsungkan di Wisma Nusantara dan sekaligus walimahan. Banyak tamu yang memadati ruangan. Bagaimana tidak, Ust. Harun adalah seorang aktivis di Kairo. Ia punya banyak teman dan kenalan. Namun Deni tidak terlihat batang hidungnya. Ust. Harun juga sempat bertanya tentang Deni, tapi teman-teman yang satu rumah dengan Deni mengatakan bahwa mereka tidak mengetahuinya. “Tadi ia sudah siap-siap dan lebih dahulu keluar dari kami. Kami kira ia datang ketempat ini,” ungkap salah seorang teman yang serumah dengan Deni.
Hari pun sudah larut malam, jam hampir menunjukkan pukul 12. Tapi Deni belum juga pulang. Teman-teman yang se rumah dengan Deni jadi cemas. Hp Deni sudah berkali-kali dihubungi tapi tidak ada jawaban. Sekitar jam 2 malam Deni pulang ke rumah. Teman yang sekamar dengan Deni, Rasyid-bukan nama sebenarnya-belum tidur.
Sesampai di rumah, Deni masih terlihat murung dan banyak diam. Rasyid mencoba mendekat dan bertanya lembut, “Deni, apa yang bisa saya Bantu?”
“Tidak ada, makasih.”
“Tadi sore Antum kemana? Kok nggak kelihatan di acara walimahannya Ust. Harun?”
“Tadi sore saya ke mesjid Al-Azhar, mencari ketenangan.”
“Sebenarnya apa permasalahan yang mengganggui pikiran Deni, kalau boleh saya tahu?”
Deni terdiam sejenak, ia menarik nafas dan menundukkan pandangan matanya. Air matanya kembali berderai.
“Deni, apa sebenarnya yang terjadi?” Rasyid kembali bertanya sembari merangkul tangannya.
“Sebenarnya saya tidak mau bercerita pada siapapun. Ini permasalahan yang sangat pribadi. Tapi, mudah-mudahan dengan bercerita pada Akhi, hati saya lebih tenang, beban akan terasa ringan dan mungkin akhi nanti bisa memberi saya saran, nasehat dan menghibur hati saya.”
“Insya Allah, semampu saya”, kata Rasyid.
“Akhi, sejak dulu, ketika masih di pesantren hati saya telah tertaut pada seorang wanita, saya sangat menyukainya. Saya menyukainya karena agama dan kebaikan budi pekertinya. Sayapun mengenal baik orang tuanya. Perasaan itu tidak berhenti dan terus berlanjut sampai saya tiba di Mesir.
Besar harapan di hati saya wanita tersebut juga ikut ke Mesir. Sehingga di sini saya ingin memulai hubungan ini dan mengajaknya untuk menikah. Saya datang lebih awal ke Mesir sedang ia datang kemudian. Ia datang dengan beasiswa Depag. Sedangkan saya berangkat dengan biaya pribadi. Selama disini saya tetap menjaga hubungan baik dengannya. Dalam batas- batas yang tidak keluar dari syar`i.
Saya ingin melangkah untuk melamarnya. Namun saya merasa kurang pede, saya perlu ada yang mendorong , memberi semangat dan kekuatan. Saya butuh tempat curhat dan berbagi. Alhamdulillah saya menemukan orangnya, yaitu Ust. Harun. Berulang kali saya datang pada beliau dan menceritakan keinginan saya untuk menikah. Saya juga bercerita tentang wanita yang ingin saya lamar, tentang keluarganya, prestasinya, agamanya dan budi pekertinya. Tidak ada yang saya tutupi dan sembunyikan, saya lihatkan foto wanita itu , data dirinya dan data keluarganya.
Namun apa yang terjadi? Tanpa saya ketahui, Ust. Harun segera mencari tahu tentang wanita tersebut. Sehingga sampailah beliau menelpon keluarganya. Dan beliau mengutarakan lamarannya pada keluarga wanita tersebut. Pihak keluarga wanita mencoba menanyakan pada si wanita dan akhirnya ia menyetujuinya.
Itulah yang membuat saya sangat bersedih dengan sikap Ust. Harun, kenapa beliau tega melakukan hal itu pada saya. Selama ini Saya sangat percaya pada beliau. Tapi rupanya beliau juga tertarik dengan wanita pilihan saya tersebut. Akhirnya saya tidak jadi untuk melangkah karena didahului oleh Ust. Harun.
Apa yang bisa saya lakukan sekarang, tidak ada. Hati saya serasa hancur. Harapan saya seakan telah pudar. Saya agak shock dengan kejadian ini. Berat bagi saya untuk mengikhlaskan pernikahan ini. Berat bagi saya untuk mengatakan pada kedua mempelai ” Barakallahu lakuma …..” . Kaki saya sangat berat untuk melangkah menghadiri pernikahannya Ust. Harun. Saya tidak sanggup menyaksikan aqad nikah dan walimahan tersebut. Sampai saat ini hati saya masih sedih, saya tidak tahu harus kemana mengadu dan bercerita. Saya berharap akhi bisa membantu saya.”
Ia kembali menangis, ia tak sanggup menahan tumpahan air matanya, Rasyidpun tanpa sadar meneteskan air matanya, ia ikut terharu dengan cerita Deni. Rasyid tidak menduga, Ust. Harun yang selama ini dikenal baik melakukan hal itu.
“Deni, sabar ya, segala sesuatunya telah ditentukan Allah. Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi Deni. Bisa jadi apa yang Deni pandang baik menurut Deni, belum tentu baik dalam pandangan Allah dan begitu sebaliknya. Deni tidak usah terlalu berlarut dalam kesedihan. Setiap orang telah Allah tentukan jodohnya masing-masing. Saya yakin Allah telah menyiapkan yang terbaik untuk Deni.
Tidak ada gunanya menangisi apa yang telah terjadi. Semua itu tidak akan mengubah apa-apa. Mintalah pada Allah agar diberikan ganti yang lebih baik. “
Mendengar kata-kata Rasyid, Deni pun mulai mengembang senyum, sambil mengusap air matanya ia berkata , ” Kata-kata akhi sungguh sangat berarti bagi saya, begitu menyejukkan hati saya dan menggugah jiwa saya. Betul apa yang akhi katakan belum tentu apa yang baik menurut saya baik menurut Allah. Insya Allah saya tidak akan bersedih lagi, saya akan pasrah pada Allah, saya akan terus berdo`a pada Allah untuk memberikan yang terbaik pada saya, insya Allah saya akan bersabar, terima kasih atas nasehat akhi.”
“Dah, sekarang Deni berwuduk , shalat dua raka`at dan kemudian baca Al-qur’an , insya Allah hati Deni akan tenang kembali.”
“Iya akhi, sekali lagi jazakumullahu khairan.”
Esoknya Deni kembali seperti biasa, ceria dan bersemangat. Seolah-olah tidak ada yang terjadi pada dirinya. Ya, karena semalaman ia telah bersujud panjang di hadapan Allah, menumpahkan dan mengadukan segala resah hati pada Allah yang maha mengetahui segala isi hati dan segala sesuatu.
NB: Kisah di atas dari seorang teman. Nama tokoh dan tempat hanyalah rekayasa belaka, untuk menjaga agar tidak menyudutkan pihak tertentu. Kalau ada kesamaan nama dan tempat, itu hanya kebetulan saja. Moga kisah nyata di atas menggugah hati kita dan memberi kita pelajaran yang sangat berharga.
SUMBER : http://www.eramuslim.com