Etika Kehidupan Bertetangga
Dalam Islam
TETANGGA memang salah satu makhluk yang harus kita muliakan.
Berbagai hak kita penuhi sehingga seseorang yang mempunyai tetangga Muslim akan
dapat merasakan indahnya akhlak Islam. Bahkan tidak sekedar itu, tidak sekedar
memenuhi haknya. Hasan Bashri menyatakan termasuk berbuat baik kepada tetangga
adalah tidak mengganggunya. Tidak melakukan sesuatu yang menyebabkan tetangga
terganggu. Bahkan kalau tetangga tersebut yang mengganggu, kita pun harus sabar
menghadapinya. Tentu kesabaran tersebut kita lakukan setelah kita
memberitahukan bahwa perbuatannya mengganggu kita.
Untuk hal-hal yang sifatnya memang harus terjadi, kita harus sabar menghadapinya. Misalnya tetangga sebelah membangun atau merenovasi rumah hingga terdengar berisik. Sementara apabila kita yang membangun rumah kita harus tahu diri dengan sebelumnya menyatakan permintaan maaf. Kalau ada yang melukai atau merusak bangunan rumahnya kita ganti. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah bersabda, “Janganlah seseorang tetangga itu melarang tetangganya yang lain untuk menancapkan kayu di dindingnya untuk pengukuh atap dan lain-lain”. (Muttafaq ‘alaih).
Terhadap tetangga yang mengganggu dengan perbuatannya pun kita harus bersabar. Misalnya mereka mengadakan pesta sampai larut malam dengan musik yang hingar bingar. Kita perlu menegurnya terlebih anak kecil kita tidak bisa tidur dibuatnya. Apabila setelah ditegur tidak juga mengindahkan di situlah kita patut bersabar. Juga tetangga yang suka memarkir mobil sembarang, menaruh sampah tidak pada tempatnya, susah bayar iuran, dan sebagainya. Kita harus sabar menghadapinya. Yang utama kita harus memberitahu kepadanya bahwa hidup bertetangga itu saling menghargai kitapun akan menghargai. Kalau pun ia tidak menghargai kita akan sabar menghadapinya. Dengan kesabaran kita insya Allah dirinya akan sadar.
Dari Abu Hurairah pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya, baik dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau kalau tidak dapat berkata baik, maka hendaklah berdiam saja, yakni jangan malahan berkata yang tidak baik.” (Muttafaq ‘alaih). Islampos
Untuk hal-hal yang sifatnya memang harus terjadi, kita harus sabar menghadapinya. Misalnya tetangga sebelah membangun atau merenovasi rumah hingga terdengar berisik. Sementara apabila kita yang membangun rumah kita harus tahu diri dengan sebelumnya menyatakan permintaan maaf. Kalau ada yang melukai atau merusak bangunan rumahnya kita ganti. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah bersabda, “Janganlah seseorang tetangga itu melarang tetangganya yang lain untuk menancapkan kayu di dindingnya untuk pengukuh atap dan lain-lain”. (Muttafaq ‘alaih).
Terhadap tetangga yang mengganggu dengan perbuatannya pun kita harus bersabar. Misalnya mereka mengadakan pesta sampai larut malam dengan musik yang hingar bingar. Kita perlu menegurnya terlebih anak kecil kita tidak bisa tidur dibuatnya. Apabila setelah ditegur tidak juga mengindahkan di situlah kita patut bersabar. Juga tetangga yang suka memarkir mobil sembarang, menaruh sampah tidak pada tempatnya, susah bayar iuran, dan sebagainya. Kita harus sabar menghadapinya. Yang utama kita harus memberitahu kepadanya bahwa hidup bertetangga itu saling menghargai kitapun akan menghargai. Kalau pun ia tidak menghargai kita akan sabar menghadapinya. Dengan kesabaran kita insya Allah dirinya akan sadar.
Dari Abu Hurairah pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya, baik dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau kalau tidak dapat berkata baik, maka hendaklah berdiam saja, yakni jangan malahan berkata yang tidak baik.” (Muttafaq ‘alaih). Islampos