Kisah Pondok Pesantren Tebuireng yang Berdiri di Tempat Maksiat
Berita islam – “Jika
suatu amal tidak dilandasi keikhlasan maka tidak akan tambah kecuali
kegelapan di dalam hati”. Demikian kutipan kitab Al Tanbihat Al Wajibat
yang tertempel di muka halaman kompleks makam Hadratus Syeikh Hasyim
Asy’ari dan keluarga di Pondok Pesantren Tebuireng, Desa Cukir, Diwek,
Jombang, Jawa Timur.
Kutipan sederhana itu tertulis di atas
papan kayu. Konon kata bermakna ini menjadi pemicu hasrat Hasyim Asy’ari
untuk mendirikan pondok pesantren yang telah melahirkan banyak tokoh
bangsa Indonesia. Salah satunya Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid
atau Gus Dur yang tak lain cucu dari Syeikh Hasyim Asy’ari.
Pengasuh Pondok Pesantren
Tebuireng, Sholahudin Wahid mengaku banyak mendengar cerita dari kakak
ataupun sang ayah, KH Wahid Hasyim.yang mengisahkan tentang
perjuangannya mendirikan pondok pesantren tersebut. Kala itu, pendirian
pondok menjadi salah satu simbol perlawanan terhadap kemaksiatan dan
penjajahan yang mendera saat itu.
Ia mengungkapkan, sang kakek tak hanya
menerima intimidasi dari para preman pelindung lokalisasi, pertentangan
keras juga datang dari penjajah Belanda yang saat itu tengah berkuasa.
“Ini (simbol) perjuangan. Perjuangannya
berat. Tidak mudah. Belanda saat itu ya tentu juga tidak mendukung
pastinya,” kata pria yang akrab disapa Gus Solah saat ditemui Liputan6.com di Jombang, Jawa Timur, Minggu (8/11/2015).
Adik kandung Gus Dur ini mengisahkan
bahwa dulunya lokasi pondok pesantren merupakan lokalisasi dan
bedeng-bedeng. Di Desa Cukir, banyak ‘kupu-kupu malam beterbangan’.
Selain itu, banyak pula pabrik milik Belanda yang gagah berdiri.
Jika para buruh dan petinggi buruh itu
menerima gaji, mereka langsung menghabiskannya di tempat ini. Mereka
menghamburkannya dengan perbuatan maksiat.
“Dulu kan bukan tanahnya pesantren ya.
Di situ dulu kan ada pabrik. Nah biasanya kalo mereka sudah gajian
banyak yang menghabiskan uangnya untuk maksiat disini. Tapi sekarang
sudah tidak,” beber mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu.
Sementara di lokasi makam Hadratus
Syeikh Hasyim Asy’ari, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sempat
meneteskan air mata. Dia terkenang dengan sosok Hasyim Asy’ari yang
dinilainya sebagai sosok pahlawan yang perlu dicontoh. Banyak yang bisa
diambil dari perjalanan hidup sang kiai.
“Mbahnya Gus Dur (KH Hasyim Asy’ari) itu
pendiri NU. Jadi kalau besok Selasa, Hari Pahlawan itu di kota
Pahlawan. Itu untuk pertama kalinya. Itu karena beliau sosok berpengaruh
dan tokoh sentral Hari Pahlawan di Surabaya,” ungkap Khofifah dengan
suara gemetar.
Ia menuturkan KH Hasyim Asy’ari juga salah satu tokoh yang mempelopori pergerakan perlawanan untuk mengusir penjajah Belanda.
“Ya mbah Gus Dur itu yang menggerakan
perlawanan untuk mengusir penjajah,” tutup Khofifah yang juga
memondokkan anak keempatnya, Ali Managalih Parawansa, di Ponpes
Tebuireng.
Di dalam pondok, selain materi pelajaran
mengenai pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at, dan bahasa Arab, juga
ada pelajaran umum yang dalam struktur kurikulum. Pesantren yang
didirikan pada 1899 ini juga banyak memberikan konstribusi dan sumbangan
kepada masyarakat, baik sosial juga yang utama dalam dunia pendidikan
Islam. (Ali/Yus)
Sumber : Liputan6.com