Hijab; Fitrah Dan Kemuliaan Seorang Wanita


Hijab; Fitrah Dan Kemuliaan Seorang Wanita

Ilustrasi (Danang Kawantoro)
dakwatuna.com – Salah satu hal yang membuat Islam relevan di manapun dan sampai kapan pun adalah karena ajaran-ajarannya memuat unsur-unsur yang tetap dan tidak lekang dimakan zaman. Contohnya seperti buka-bukaan dan tertutup; di manapun dan sampai kapan pun yang buka-bukaan itu jelas tidak lebih terhormat dari yang tertutup, setidaknya dalam sekilas pandangan orang-orang.
Apa perbedaan mendasar antara wanita penggoda (baca: PSK) dan wanita baik-baik? Jawabnya adalah “Buka-bukaan”, ini perbedaan mendasar! Kenapa? Karena tidak mungkin PSK serba tertutup bukan? [1]
Membiarkan aurat terbuka berarti mengesankan diri kepada para lelaki bahwa yang bersangkutan boleh diganggu, baik dengan perbuatan maupun perkataan.
Seringkali wanita beralasan “Ah, itu laki-lakinya saja yang mata keranjang”. Dengan tulus saya akui “Ya, benar… itu yang pertama”. Selanjutnya saya bertanya “Yang kedua?”. Telah berulang kali bang napi bilang bahwa kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelaku tetapi juga karena adanya kesempatan. Jika memang laki-lakinya yang mata keranjang, tentu itu bukannya tanpa sebab, pasti ada sebab, dan salah satunya adalah karena adanya stimulus (rangsang) dari seorang wanita yang mengumbar auratnya.
Biar sedikit saya jelaskan bahwa tabiat laki-laki adalah terangsang (syahwat) terhadap wanita, sekalipun laki-laki shalih, dan Anda sudah tahu firman Allah swt:
Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan terhadap apa yang mereka inginkan, berupa perempuan-perempuan…” (QS. Ali-Imran: 14)
Yusuf AS bukannya tidak mau dengan Zulaikha. Tidak kah Anda memperhatikan bagaimana perasaannya ketika ia digoda? Allah berfirman mengisahkan perasaan Yusuf AS ketika Zulaikha menggodanya:
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak (ingin) kepadanya (Yusuf), dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya tidak melihat tanda (dari) Tuhannya….” (QS. Yusuf: 24)
Jadi, orang yang mengatakan bahwa lelaki shalih tidak tergoda dengan wanita yang menggodanya adalah orang yang mendustakan sejarah. Setidaknya, keinginan itu pasti ada, terlepas apakah kemudian ia menindaklanjutinya atau tidak, dan terlepas dari besar atau kecilnya keinginan tersebut. Kaum laki-laki biasa mengatakan “Tentunya kami masih normal”.
Begitu terang keindahan ajaran ini, namun sayang, niat baik ajaran Islam ini justru malah dicurigai sebagai rencana terselubung “pihak-pihak tertentu” untuk merendahkan harkat dan martabat kaum wanita.
Merendahkan kaum wanita….” Untuk itukah Islam datang? Lagi-lagi sejarah tidak pernah berdusta bahwa di Fes Maroko sana Fatimah Al-Fihri tercatat sebagai pendiri Universitas pertama di dunia, dan tahukah Anda bahwa pada saat yang sama Eropa masih menganggap wanita sebagai makhluk yang tidak lebih dari barang dagangan. Atau mungkin terlalu jauh? Baik! Di Aceh ada Malahayati, panglima Angkatan Laut wanita pertama. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan.[2] Bukankah seharusnya sosok-sosok wanita seperti ini tidak pernah ada jika memang ajaran Islam bermaksud merendahkan derajat wanita serendah-rendahnya?
Bahkan sejak permulaan Islam, saat para wanita di belahan dunia lain belum dianggap sesuatu, saat dunia masih gelap dengan kejahiliyahan dan kebodohan merajalela, Aisyah Radhiallahu anha sudah menjadi penulis. “Dari wanita, Aisyah Binti Abu Bakr, kesayangannya yang disayang Allah…”[3] begitulah kalimat pembuka tulisan beliau Radhiallahu anha, dan tahukah Anda? Menulis pada saat itu masih merupakan hal istimewa yang tidak semua orang Arab mampu melakukannya!
Semua wanita muslimah adalah ratu” begitu kata orang-orang. Sebagai seorang ratu, tentunya tidak semua orang bisa menyentuh dan melihatnya. Sebagai seorang ratu, tentunya tidak perlu mengambil resiko dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan prajurit yang notabene laki-laki. Apakah ini dianggap penghinaan terhadap kaum wanita? Sesungguhnya jika Allah bermaksud menghinakan wanita dan merendahkan derajat wanita serendah-rendahnya – dan itu tidak terjadi –, pastilah semuanya dibalik; Allah akan jadikan lelaki sebagai “Ratu” dan membiarkan wanita mengerjakan apa yang dikerjakan lelaki, tidak ada syariat hijab dan sebagainya. “Silakan, Justru itulah yang kami ingin kan!” kata laki-laki malas dan tidak bertanggung jawab kegirangan.
RUU Gender; Kurang Akal Kurang Agama Atau Tak Punya Akal Tak Punya Agama?
Di sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa wanita kurang agama dan akalnya. Sebagian ulama syariah ada yang berpendapat bahwa maksud dari hadits tersebut adalah para wanita seringkali mengedepankan perasaannya ketimbang logika, sehingga seolah-olah akalnya kurang.
Sebenarnya wanita bisa lebih logis ketimbang pria, namun kebanyakan wanita lebih memilih untuk menjadi perasa, dan andai saja wanita tahu bahwa tidak semua hal dalam agama ini dapat dimengerti oleh perasaan, dan tidak semua hal dapat dijangkau oleh logika, karenanya memainkan keduanya itu perlu.
RUU gender adalah salah satu pemaksaan perasaan atas logika agama. “Pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan tidak berdasarkan pada budaya, tetapi berdasarkan wahyu yang bersifat lintas zaman dan budaya,..” ujar anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Henri Shalahuddin.
Jika pakai perasaan, tentunya pernyataan bahwa “Berhijab itu mengekang dan merendahkan harkat dan martabat wanita” adalah pernyataan yang masuk akal.
Selain apa yang disebut di atas, RUU gender juga merupakan salah satu bentuk pemberontakan sebagian wanita terhadap fitrah dan kemuliaannya sendiri. Hasan Al Banna berkata yang maknanya “Adanya perbedaan persiapan menyebabkan terjadinya perbedaan peran”, dan persiapan perempuan berbeda dengan persiapan lelaki.
Allah telah menjadikan wanita berbeda dengan laki-laki; beda bentuk tubuh, bahkan cara berfikir dan otak. Louann Brizendine dalam bukunya The Female Brain menceritakan, “Salah seorang pasien saya memberi putrinya yang berusia 3,5 tahun banyak mainan uniseks, termasuk mainan truk pemadam kebakaran warna merah dan bukan boneka. Suatu sore dia masuk ke kamar putrinya dan mendapati anak perempuan itu sedang menimang truk, yang terbalut selimut bayi, sambil mengayunkan badan ke belakang dan ke depan serta berkata “Jangan khawatir, Truckie kecil, semuanya akan baik-baik saja” .
Baik laki-laki maupun perempuan, masing-masing memiliki keistimewaan, dan keistimewaan itu sendiri lah yang menjadikan laki-laki berbeda dengan perempuan. Adanya perbedaan tidak melulu berarti “Siapa yang lebih unggul?”, perbedaan juga berarti “Kekhasan” pada sesuatu yang tak ada pada yang lain. Dengan demikian laki-laki dan perempuan bisa saling melengkapi dengan kekhasan yang dimilikinya masing-masing. Begitulah semestinya wanita menyikapi perbedaan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »